Advertisement

Responsive Advertisement

Tanpa Adidas Dan Nike Pun Tak Masalah

Football atau sepakbola, sebagaimana kita ketahui bahwa olahraga tersebut merupakan olahraga paling populer yang dimainkan jutaan orang di seluruh dunia. Banyak faktor yang menjadikannya sebagai olahraga paling disukai masyarakat dunia diantaranya kemudahan peraturan yang dimainkan dan perlengkapan sederhana dalam sepakbola. Cukup menyiapkan 2 tim, sebuah bola dan buat gawang menggunakan kayu atau sendal yang ditumpuk sebagai tanda gawang, kita sudah bisa menikmati olahraga ini secara amatir. Gak perlu menyiapkan ring, raket, bat atau yang lainnya, mudah sekali heuheu.

Berbicara sepakbola profesional, rasanya untuk sekarang ini sudah lekat dengan yang namanya industrialisasi dan komersialisasi besar-besaran mulai dari pembelian pemain termahal, hak siar televisi hingga kontrak kerja sama sebuah klub dengan brand apparel ternama bernilai jutaan pound. Belum lama ini Premier League sebagai liga sepakbola termahal di didunia telah menyepakati kontrak baru dengan televisi Sky dan BT Sport bernilai 5,1 miliar poundsterling atau sekitar 94 triliun rupiah dengan durasi 3 tahun dari musim 2016 sampai 2019. Lalu kontrak terbaru Manchaster United bersama Adidas sebagai apparel pengganti Nike yang dimulai musim 2015/2016 dengan nilai kontrak sebesar 750 juta poundsterling atau sekitar 14 triliun rupiah berdurasi 10 tahun yang menjadikannya sebagai nilai kontrak tertinggi di dunia antara sebuah klub sepakbola dengan brand apparel. Luar biasa. Kita pun dibuat mengerti bahwa sepakbola kini merupakan sebuah industri yang memiliki nilai komersil tinggi dengan perputaran uang yang begitu banyak didalamnya.




Apparel, sebagai elemen penting dalam sepakbola tidak bisa dipisahkan dari industri sepakbola modern saat ini. Dari kerjasama yang dilakukan sebuah klub dengan sebuah brand apparel, mereka tidak hanya mendapatkan pasokan kelengkapan sepakbola secara cuma-cuma, gelontoran dana dari pihak apparel bernilai puluhan juta pound membantu klub dalam hal finansial serta keberlangsungan sebuah klub dalam mengarungi kompetisi. Adidas dan Nike sebagai dua brand apparel ternama di dunia memiliki peranan yang begitu besar dalam industri sepakbola saat ini. Di setiap liga sepakbola dimasing-masing konfederasi, Adidas dan Nike selalu hadir meramaikan roda kompetisi dan bukan rahasia umum lagi kalau kedua brand apparel tersebut terlibat dalam sebuah persaingan menjadi brand nomor satu dalam urusan perlengkapan sepakbola, bahkan seluruh olahraga yang dimainkan di dunia ini. Seperti Manchaster United yang melepaskan kerjasamanya dengan Nike yang telah berlangsung selama 13 tahun, dengan duit yang begitu banyak Adidas akhirnya berhasil menikung Nike. Tidak hanya di tanah Britania, di negeri Italia pun tidak jauh berbeda. Juventus sebagai juara di musim 2014/2015 mengakhiri kerjasamanya dengan Nike dan menyetujui kontrak baru dengan Adidas berdurasi 6 tahun bernilai 139,5 juta euro plus bonus jika Juventus bisa berprestasi menghadirkan gelar. Persaingan bernilai jutaan dollar pun terjadi di negeri asal apparel Nike, Amerika Serikat. Adidas yang tidak mau kecolongan oleh Nike bekerja sama dengan MLS, liga level 1 di piramida persepakbolaan Amerika Serikat, sebagai official athletic sponsor and licensed product supplier atau dengan kata lain Adidas menjadi penyuplai resmi seluruh perlengkapan MLS dan juga sebagai apparel resmi untuk semua klub yang berlaga di kompetisi MLS dengan durasi waktu 10 tahun dimulai dari tahun 2004 sampai 2018 bernilai 200 juta dollar Amerika yang menjadikannya sebagai salah satu investasi perusahaan apparel terbesar di seluruh dunia. Salah satu contoh kecolongan Nike di MLS mungkin ketika New York City FC mulai mengikuti kompetisi di musim 2015. NYCFC sebagai salah satu klub franchise yang di miliki City Football Group, sebuah perusahaan olahraga yang menaungi klub Manchaster City di Inggris, Melbourne City di Australia, Yokohama F. Marinos di Jepang, telah melakukan kerjasama dengan Nike sebagai official suplier untuk semua klub yang di miliki CFG. Namun karena MLS telah melakukan kerjasama dengan Adidas hingga tahun 2018, akhirnya NYCFC pun menggunakan apparel yang di produksi oleh Adidas dan menjadi satu-satunya klub CFG yang menggunakan apparel selain Nike. All hail, Adidas. Apparel ber-logo centang yang (mungkin) mulai kepanasan oleh ekspansi besar-besaran yang dilakukan Adidas, kabarnya tertarik untuk menyeponsori Tim Nasional Jerman dan siap menikung Adidas yang kontrak kerjasamanya bersama Adidas akan habis di tahun 2018. Tapi kabarnya lagi, Adidas bergerak cepat dengan menawari kontrak baru untuk DFB berdurasi 10 tahun dengan nilai kontrak 1 miliar euro. Jika benar demikian, Adidas akan melampaui rekor yang telah mereka buat sebelumnya dan menjadikannya sebagai kontrak kerjasama apparel terbesar di dunia sepakbola. Kita lihat saja. Apakah Nike sanggup atau Adidas yang akan menang. Dan ya, persaingan keduanya akan berlanjut terus menerus bahkan dengan uang yang lebih banyak dari sebelumnya.

Kerjasama sebuah klub dengan Adidas atau Nike, secara finansial jelas sekali sebuah klub sangat terbantu dapat menghidupi keberlangsungan klub. Tapi menurut saya tidak hanya itu saja. Sebuah klub yang bekerja sama dengan Adidas atau Nike apalagi yang berlaga di kompetisi kecil macam di liga negara-negara Asia Tenggara dan negara yang baru berkembang sepakbolanya, citra dan derajat klub tersebut seperti terangkat. Seperti misal di Indonesia, PSM Makassar, klub tertua di tanah Indonesia yang menjadi satu-satunya klub yang bekerja sama dengan apparel Nike. Adidas dan Nike sebagai apparel yang menyeponsori klub-klub juara seperti di Inggris, Italia, Spanyol, Jerman, Perancis, dan bahkan di liga Asia Tenggara macam di Malaysia Super League, Johor Darul Takzim FC, juara musim 2015 yang waktu itu menggunakan apparel Nike dan di musim 2016 ini menggunakan apparel Adidas, secara tidak langsung mengangkat citra klub dan menyejajarkan diri dengan klub-klub elit juara diluaran sana. Marketing super mahal oleh Adidas dan Nike yang menurut saya menjadikan kedua brand ini sebagai brand high-class yang tidak semua klub bisa mendapatkannya secara cuma-cuma atau bisa saja mendapatkan suplai perlengkan dari Adidas dan Nike, tapi kita harus membayarkan uang yang sangat banyak kepada kedua brand tersebut, bukan sebaliknya. Namun tetap saja menjadi sebuah kebanggaan jika di dada jersey sebelah kanan kita terpasang logo centang atau 3 strip membentuk segitiga. Sedikit berbangga hati untuk para pecinta PSM Makassar karena klub-nya bisa bekerja sama dengan Nike.


Adidas dan Nike Sebagai Pembasmi Brand Apparel Lokal

Banyak memang keuntungan yang bisa didapatkan dari kerja sama dengan Adidas atau Nike. Namun sayangnya dari ekpansi besar-besaran yang dilakukan kedua brand tersebut malah menghancurkan dan meniadakan keberlangsungan brand apparel lokal yang sebelumnya sempat berjaya ditanahnya sendiri. Seperti misal di Inggris, brand lokal yang dulu sempat mendominasi seperti Umbro, Admiral dan Bukta. Sebelum ekspansi besar-besaran yang dilakukan Adidas dan Nike mereka sempat menyeponsori klub-klub elit liga Inggris macam Manchaster United, Manchaster City, Arsenal, Tottenham Hotspur, dan banyak lagi yang lainnya. Meskipun brand-brand tersebut masih eksis sampai saat ini dan salah satunya masih bisa mengekspansi dan bertahan di pasar internasional, namun tetap saja kejayaan yang dulu mereka raih ditanahnya sendiri dengan menyeponsori klub-klub besar cuma sekedar sejarah. Lalu di tanah Italia ada Kappa yang sempat menjadi brand terkenal dan melegenda di kejayaan klub Italia medio 90-an dan menjadi sponsor klub-klub juara Italia seperti AC Milan, Juventus, AS Roma bahkan sempat menjadi sponsor untuk Barcelona dan Ajax Amsterdam yang melejitkan namanya di dunia internasional. Namun sekarang Kappa seperti mulai terlupakan namanya dan ketenarannya dimakan oleh nama besar Adidas dan Nike. Sama halnya seperti brand lokal Italia lainnya macan Lotto, Diadora, Fila, Errea yang sekarang kebanyakan menyeponsori klub-klub medioker hingga klub kasta kedua. Memang pada dasarnya mungkin pemasaran mereka kurang begitu baik sehingga kalah saing dengan 2 brand tersebut. Tapi dengan ekspansi besar-besaran yang Adidas dan Nike lakukan  sedikit banyak berpengaruh.


Tanpa Adidas dan Nike Tak Masalah

Awalnya saya sempat keheranan kenapa Adidas atau Nike tidak banyak melakukan kerjasama dengan klub-klub Liga Indonesia saat ini. Padahal kalau kita lihat fanatisme dan kecintaan dari suporter-suporter klub Indonesia begitu fantastis. Bisa dibayangkan jika Adidas atau Nike menyeponsori klub macam Persib atau Arema, berapa banyak jersey tiruan sampai merchandise yang bisa mereka jual. Dengan ribuan fans yang tersebar dan teroganisir hampir diseluruh wilayah Indonesia Adidas dan Nike bisa mendapatkan pemasukan lebih di pasar Indonesia. Namun mungkin dengan lebih banyaknya masyarakat Indonesia yang menggemari dan mengidolakan klub-klub elit liga Eropa sudah cukup untuk Adidas dan Nike memasarkan produknya di tanah Indonesia ini.

Sangat disayangkan memang Adidas dan Nike kurang menyemarakan persepakbolaan Indonesia saat ini. Namun demikian jika kita lihat sisi positif dari ketidakadaan kedua brand tersebut menjadi berkah tersendiri untuk apparel-apparel lokal Indonesia. Meskipun selain kedua apparel terkenal tersebut masih ada apparel luar negeri lain yang masuk dan bekerja sama dengan klub lokal,  tapi tetap saja pasar Liga Indonesia tidak di dominasi oleh satu atau dua produk dan brand lokal masih bisa bersaing memperebutkan klub-klub elit Indonesia. Persib dan Persija misal, keduanya di sponsori oleh apparel League, brand lokal yang sekarang telah memiliki toko resmi di 12 negara selain Indonesia. Lalu ada Arema dan Persipura yang di sponsori oleh Specs, brand lokal yang sudah eksis dari tahun 1980, sekarang mereka telah memiliki toko resmi hampir diseluruh wilayah Indonesia dan bahkan sudah mengekspor produknya ke Malaysia dan Singapura. Dan yang terbaru ada Salvo yang bekerja sama dengan Pusamania Borneo FC, juara Piala Gubernur Kaltim, serta klub baru Madura United FC, yang dulunya Pelita Bandung Raya / PBR Bekasi, yang bekerja sama dengan apparel MBB, produk lokal asal Bogor.

Mudah-mudahan dengan ketidakadaan Adidas dan Nike yang bisa saja mendominasi pasar klub Liga Indonesia ini, apparel made in Indonesia bisa memanfaatkan peluang yang masih besar dan terbuka lebar dengan menjadikannya salah satu jalan pemasaran brand lokal berjaya di tanah air ini. Dan semoga brand lokal bisa mendominasi pasar Indonesia dan terus mengembangkan sayap usahanya menuju pasar internasional.

Post a Comment

8 Comments

  1. adidas dan nike memang masih menjadi 2 raksasa besar didalam brand olahraga. apalagi sepakbola, beh. sponsor sana-sini, iklan sana-sini. meskipun nika dan adidas tidak menyemarakan sepak bola indonesia, tapi ya.. tak apa-apalah. setidaknya produk2 made in indonesia mendominasi :)

    ReplyDelete
  2. gue lebih suka reebok. Kaga ada klub bola yang kerja sama ama reebok? :/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo dulu setau saya sebelum diakuisi sama adidas reebok banyak endorse klub epl macem lfc, city, bolton, villa bahkan timnas kaya argentina. Mungkin setelah akuisi adidas fokusnya gak ke sepakbola.. Ya mungkin

      Delete
  3. Emang sih NiDidas emang merajai pasaran. Tapi merek lokal harusnya gaboleh takut persaingan. Toh kalo ada NiDidas, gapapa lah kalo merek-merek lokal kegeser. Kalo gak mau, yaa..perbaiki mereknya dulu.. Gua yakin pasti adalah apparel merek Indo yang bagus2.. kalo bisa PSD ngeluarin baju bola tuh..khehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, merek lokal jangan takut buat bersaing dan pastinya diburuhin inovasi dan pemasaran efektif biar ngena ke masyarakat luas. Ya dengan ketidakadaan 2 brand ini setidaknya brand lokal bida memanfaatkan hehe

      Delete
  4. mahal2 harganya bro, karena itulah duitnya dah abis banyak promo, kalo akusih mending beli yg gak banyak promo (Made in Indonesia) tapi kualitas sudah tidak diragukan lagi..
    semoga Made in Indonesia bisa menguasai/memanfaatkan pasar sendiri dengan tidak banyaknya brand luar yg masuk :D

    ReplyDelete

Sok mangga kasih komentar yang berhungan dengan tema tulisan ini. Satu kritik dan saran yang membangun dari kalian sangat membantu dalam mengembangkan tulisan saya ini. Terimakasih.